Tersudut berlinang diujung kamar berdebu

Berselimut hangat karma yang menyiksa

Tak kuasa berpaling tuk menghindar

Derita terus mendera, menempa, menindih dari segala arah

Tak ingin kusesali

Namun wajar sakit ini meminta sedikit air mata

Hingga hampir kering jelaga rasa pelipur jiwa

Ragaku teguh namun tidak jiwaku

Tuhan semakin sakit saat namaMU terucap

Dari pecah rongga bibir berdarah

Kenapa kau benci aku, berucap pun ku hanya bisa tuk bertanya

Semua bicara tentang Engkau yang penuh asih

Penuh cinta dan kedamaian

Tapi……

Adakah akan asih buatku? Jika Kau cipta bayangpun berkhianat didepanku

Sebatas mana kan kaucoba diriku

Apa hingga udara juga ikut bersekutu tuk membenciku?

Jika memang benar begitu adanya

Kubisa hanya berterima kasih karena kutahu rahasiaMU

Karma ini kan kembali menghiburku

Mungkin nanti…….

Ada apa dengan semua ini

Aku tak tau

Mengapa semuanya terjadi pada diriku

Aku tak tau

Apakah semua yang benar-benar kita dambakan harus dilalui seperti ini

Aku tak tau

Mungkinkan semua dibalik kejadian ini akan mendapatkan apa yang aku inginkan

Mudah-mudahan begitu

Oh… Tuhan…

Tunjukkanlah jalan-Mu

Jalan kebahagian yang dirido’I oleh-Mu

Kuatkan lah diriku untuk melalui semua ini

.

Kuhadapkan hati, jiwa ragaku kehadiratMu

Seraya syukur memuja asmaMu

Mengemis sepucuk padi, mengiba sepancar sinar

Sejuk hati, tentram jiwa, kala damai kian membelai

.

Namun ketika asap hitam kian menebal

Asap keindahan, kepedihan dan kegelapan

Meski ku berdiri tegap, segalanya bertabrakan

.

Ketika segumpal hawa berkobar dalam dada

dipacu segelintir mahluk api hina

Secuil takwa tenggelam diaduk darah yang mengalir dalam

Bagai tiada arti segenggam iman memeluk kalbuku

.

Aku seorang hamba yang tak kenal pahit dunia

Yang kutahu hanyalah sinar yang menyilaukan, menutup mataku

Ya Rabb, beri aku jalan, beri aku tangan

Kugapai bulanMu dalam gelap malam

.

Yaa ALLAH …berlinang air mata hamba saat ini….

Bertanya bathin hamba ini….

Bagaimanakah pandangan ENGKAU pada hamba saat ini…?

Terlalu ngeri hamba tuk membayangkannya…

Yaa ALLAH…sedemikian kelam jiwa hamba terbalur dosa….

Adakah pantas tuk bersujud di duli TUAN TUHAN SEGENAP ALAM…???

Yaa RABB…masih pantaskah diri ini menghambakan diri pada MU ??….

Sedangkan hampir di setiap saat diri ini menjadi

hamba nafsu…

hamba harta..

hamba syahwat…

hamba angkara murka..

dan hamba dunia…

dan hamba-hamba selain ENGKAU..????

Yaa ROHMAAN Yaa ROHIIM…masih berkenankah ENGKAU dengar dan kabulkan apa yg hamba pinta ??

Saat ini…

hamba mohon dengan segenap jiwa raga yg dalam genggam-MU YANG MAHA PENGASIH DAN MAHA PENYAYANG….;

“Peliharalah kerinduan di batin ini akan belaian karuniamu…

walau tak pernah kurang karunia MU.”

“Jangan tinggalkan hamba walau hanya sesaat”

“Jadikanlah apa yg menjadi keridho’an MU adalah Keridho’an hamba juga”

Hari ini kulihat bunda

Termenung termangu

Ada apa?

Saat bicara air mata berlinang

Salahkah aku bunda ?

Kukejar cinta terlarang

Tapi apa daya……………….

Andai bunda mengerti

Tak Cuma bahagia kudapat

Tangis pun ada

Kenapa kubertahan bunda

Kurasa cinta

Jangan salahkan aku lagi

Aku muak tapi tak benci

Bunda jangan pasung aku

Dengan derita yang pernah terasa

Bunda garisku berbeda

Telapak , kepala hingga raga

Biar aku bebas aku tau jalanku

Bila benci bunda tak terelakan

Aku mohon jangan pernah tolak sujudku

Biarkan aku memujamu

Karena selalu dilubuk hatikku

Ditiap linang air mataku

Ditiap tutur bahasa mulutku

Bunda selalu menjadi surgaku

IBU

IBU

Bu ingatkah janjiku dulu

Saat sandikala perlahan datang menumpu hari

Saat potongan ayam kita bubuhkan untuk lauk dagangan

Ibu mungkin sudah lupa……

Sembari bekerja kita berbagi

Tentang untung rugi dan pengeluaran

Tentang nyeri tulang yang tak tertahankan

Tentang luka gores tangan yang telah mengering

Bu jika aku mampu nanti jangan ibu tidur beralas tikar

Tak boleh lagi ibu basuh muka dengan air timba

Jangan pernah ibu melangkah saat kaki meradang

Bu………..

Saat ku tlah bisa kenapa ibu tak bisa menunggu

simak lebih di : pustaka-hati.blogspot.com

Nafas mana menghunuskan nada Surga?

Di telapak kaki nadi jadi bermarga.

Tidak terkecuali sang keparat,

segala erat merapat.

Dan dongeng siang bolong takkan luruh,

Semoga pelangi tetap membusur seluruh.

Dalam rahim wanita merajut,

dan berdoa sambil bertelut.

Mama… Tuhan besertamu.

Kau tampak lusuh dan berdebu

Ruat-ruat garis hitam merona kelopak matamu

Ku tahu kau lelah ayah…..

Saat senja kau duduk termenung menatap jalanan

Yang selalu menghantarkan keping pemberi kehidupan

Ketika kantuk menyerang kau tetap tegar

Ku tahu kau lelah ayah

Malu aku menawarkan ranjang yang tersisa

Atau mengantar diri terlelap lebih awal

Tiap malam beserta doa kuberharap

“Tuhan murahkan rejeki ayahku

Jagakan sehatnya, jauhkan darinya mara bahaya

Dan jika nanti Kau meminangnya kembali

Tempatkanlah ia disisi-Mu”

Pada sejumput kata ,

kutitipkan rindu untukmu Ibu

walau pilu tak lagi memburaikan air mata

dan resah tak lagi menyesakkan dada .

Pada sejumput kata,

kutitipkan tanya padamu Ibu

adakah nanar dalam hidupmu kini ?

masih adakah dian dalam redupmu kini ?

masih adakah gelora dalam asamu kini ?

Hidup takkan bermakna tanpa drama, ibu

seperti halnya puisi tanpa kata kata

ataupun bilangan tanpa angka angka

atau bahkan panorama tanpa warna

hitam,… putih,…

hijau,… kuning,…

biru,… ataupun ungu jalan hidupmu

tak usah diratapi

karena tidak ada sesuatupun yang pasti

terangkan redupmu,

gelorakan asamu ……

Ibu

Pada sejumput kata,

kutitipkan bunga untukmu Ibu

Kubayangkan butir air mata memenuhi pelupuk matamu
saat kau membacakan baris-baris kasih sayang
kepada buah hatimu
Kusapa, ada beberapa butir air mata menggantung di sukmaku
hendak menyeruak ke dunia menemani keharuanmu

Tak ada yang dapat kuucapkan hari ini
seperti hari kemarin, aku hanya bisa membisu
coba kutulis beberapa kata ungkapan kehormatan
kepadamu yang kini duduk menyaksikan ilham Allah
merasuki tulang-tulang tuamu.

Adakah aku akan melihat orang tuaku
sebahagia lantunan nyanyian hatimu
yang hendak menempuh tahap tertinggi kodrat manusia?
aku merenung menggores bayangan butiran air matamu
yang terdorong keluar oleh kebahagiaan
aku berusaha menutupi jalan untuk air mataku
yang tak sanggup menahan keharuan
menuntut jalan keluar,
mungkin hendak berteman dengan air matamu

DeKalb, June 10, 1999

Diambil dari : http://www.seasite.niu.edu/Indonesian/Puisi/Default.htm